Senin, 27 Februari 2012

Use to Feel and You Will be a Next Geek

Use to Feel, setelah anda membaca judul tersebut mungkin sudah mengerti apa maksud dari kalimat tersebut. Dalam perbendaharaan kata sederhana yang saya miliki Use to Feel bermakna "Gunakan untuk merasakan", memang sedikit kurang nyambung atau sedikit rancu jika diterjemahkan kata demi kata. Disini anda tidak usah ambil pusing dengan kecocokan atau makna yang bagus buat kalimat tersebut, yang pasti menurut saya pengertian dari kalimat tersebut adalah "kita akan tau sebuah rasa itu seperti apa setelah kita melakukan atau menggunakannya"(clear).

Ngomong-ngomong Use to Feel, saya disini tidak bermaksud untuk membahas mengenai pas atau tidaknya kalimat tersebut dalam bahasa Inggris, tapi disini saya akan bercerita atau berbagi pengalaman ketika saya mulai mengenal dan menggunakan yang namanya Linux.

Linux, zaman sekarang siapa sih yang belum kenal yang namanya Linux (read:sistem operasi). Kalaupun ada yang ngaku belum pada kenal yang namanya Linux berarti program pemerintah mengenai "Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open Source Software(OSS)" melalui surat edarannya saya anggap belum berhasil.(read:gagal)

Tanpa banyak kicauan lagi mari kita lanjutkan dongeng saya sewaktu mengenal Linux.

Kisah ini dimulai sekitar kurang lebih 5 tahun lalu, waktu itu saya masih duduk di kelas 2 SMK. Kebetulan Secara sengaja dan sangat sadar sewaktu saya mendaftar di sekolah tersebut saya mengambil jurusan TKJ(read:tekaje). Sudah jadi ritual anak-anak TKJ pasti nantinya mengenal yang namanya Linux. Kejadian yang mengubah hidup dan pandangan saya tentang dunia sistem operasi di mulai di sebuah lab komputer kecil yang peralatannya pun masih serba minim. Saya suka berlama-lama di dalam lab ketika waktu pelajaran atau pun ketika waktu luang(read:freak).

Nah, siang itu saya melihat guru favorit saya sebut saja Pak Yudi sedang melakukan instalasi sebuah aplikasi di komputer lab. Saya duduk di samping beliau sambil perhatiin apa yang sedang beliau kerjakan. Setelah saya amati berulang-ulang kali muncul pertanyaan dalam fikiran saya. "Nih guru lagi ngapain sih, kok kayak lagi nginstall aplikasi tapi bukan seperti aplikasi(aplikasi disini maksud saya adalah program yang berjalan di atas sebuah sistem operasi), cara instalnya pun kok pakai partisi-partisi segala. Kayaknya ini lagi nginstall windows tapi tampilannya bukan windows, nah lo Pak Yudi ini lagi ngapain ya?"

Mungkin beliau sedikit terusik dengan kehadiran saya, tapi yang saya suka dari beliau adalah beliau langsung bilang ke saya ini namanya Linux. Saya masih belum ngerti apa itu Linux, tapi dengan bahasa sederhananya beliau menjelaskan Linux adalah sebuah sistem operasi selain windows, baru saya mulai sedikit dong(read:ngerti) kalau Linux itu adalah sebuah sistem operasi selain windows dalam pengertian sederhananya.

Karena saya cukup tertarik buat nyoba (read:jajal) Linux tersebut saya langsung minta copy-an dari Linux tersebut. Linux yang saya maksud dan pertama kali saya kenal adalah Xandros 3.0 Desktop, dongeng saya ini terlepas dari berbayar atau tidaknya sebuah sistem operasi tersebut.(jangan bahas masalah pengertian open source karena pada saat itu saya juga belum mengerti).

Setelah saya dapat copy-an Linux tersebut, saya diminta untuk memanggil atau lebih kerennya mengumpulkan massa alias cuma suruh panggilin teman-teman satu kelas kalau ada sistem operasi baru yang mau di tunjukkan oleh Pak Yudi.

Saya lari-lari sambil ngos-ngosan ke kelas, eh tau-taunya yang menggubris ajakan saya dan mau ikut ke lab cuma beberapa orang (nasib orang freak seperti saya).

Hebatnya lagi, sepulang sekolah saya langsung install Xandros di komputer kesayangan, setelah mendapatkan petunjuk dari Pak Yudi mengenai tata cara penginstallan Linux tersebut saya bergegas install di komputer dengan mode dual boot (Windows dan Linux dalam 1 PC). Tak ada masalah yang berarti buat saya, yang sangat saya perhatikan adalah proses pempartisian dan pemakaian harddisk ketika instalasi Linux. Karena sebelumnya saya sudah siapkan partisi kosong buat Linux jadi tidak ada masalah dalam tahapan kursial ini.

Begitu nyaman dan senang rasanya bisa install Linux sendiri tanpa ada kesulitan yang berarti, apalagi proses instalasi sangat mudah karena berbasis GUI (Graphical User Interface) yang sangat user friendly dan yang saya suka adalah tombol Next, bagaikan menginstall suatu aplikasi saja.

Beruntung sekali proses berjalan lancar dan akhirnya selesai, setelah reboot (read:restart) masuk lah kedalam sistem Linux Xandros tersebut dengan mode auto login. Wah sekali lah pokoknya, kebetulan waktu itu saya menggunakan Desktop Environment KDE yang mirip sekali dengan start menunya windows. Yang jelas pada saat itu saya belum faham kalau Desktop Environment tersebut bukan hanya KDE saja, tapi saya bersyukur kalau pada saat itu saya telah di suguhkan DE KDE yang mirip dengan start menunya windows. Mungkin itu juga alasan saya mulai betah dengan Linux.

Rasa kagum belum selesai, yang saya kagumi lagi waktu itu adalah hampir semua hardware komputer saya sudah di kenali sama Linux. Karena saya pengguna rumahan, aplikasi yang sering saya pakai adalah office, music & video player serta games. Semuanya sudah saya temuin di Linux Xandros, tidak perlu lagi install driver buat hardware, aplikasi buat jalanin mp3, movie, tidak perlu lagi install office dan juga udah terinstall games yang lumayan menghibur.

Semenjak kejadian bersejarah itu saya mulai rajin mencari informasi tentang Linux baik melalui media cetak seperti majalah ataupun browsing di internet. Saya mulai rajin membeli majalah tentang Linux, saya sisihkan uang jajan saya tiap bulan hanya sekedar membeli majalah tersebut.

Banyak koleksi distro yang saya punya, baik dari bonus majalah tersebut ataupun sekedar copy dari guru.

Singkat cerita, distro selanjutnya yang saya kenal adalah IGOS (Indonesia Go Open Source )Nusantara. Distro keren buatan Indonesia katanya, semakin tertantang lah untuk jajal IGOS Nusantara di komputer saya. Saya putuskan dengan sedikit nekat lagi untuk melakukan instalasi dan menghapus Xandros.

Instalasi tidak ada masalah, lancar seperti saat instalasi Xandros. Mulai terkejut dengan tampilan IGOS Nusantara yang tampilannya menurut saya jadul, icon jadul dan panel menu di atas tak se keren Linux yang saya install sebelumnya. Tapi apalah gerutu saya, kita jajal dulu baru komentar. Hal pertama yang saya lakukan adalah memahami susunan panel menu yang di atas tersebut, coba memahami gimana sih caranya buka windows explorernya. Setelah lumayan ngerti saya lanjutkan dengan jajal aplikasinya, wah aplikasinya kurang lengkap ni gerutu saya. Mana gag bisa mainin music.

Sampai disini belum berakhir petualangan saya mengenai Linux, distro IGOS Nusantara saya laporkan kepada Pak Yudi. Pak Yudi nantangin saya untuk mendemonstrasikan bagaimana cara instalasi IGOS Nusantara di hadapan teman-teman sekelas saya. Tanpa banyak cingcong dan berbelit-belit saya terima tantangan tersebut tapi setelah melakukan negoisasi nilai raport dengan beliau.wkwkwkwkkwk

Saya di iming-imingi nilai raport 8 untuk pelajaran tersebut dan di kasih uang jajan 10 ribu perak kalau gag salah. wkwkwkwk ternyata saya sudah ada bakat mental matre.

Asal tau aja, nilai 8 itu susah dah sama Pak Yudi. Pak Yudi ini menurut saya orangnya objektif dalam memberi nilai.(ampun pak)

Negosiasi selesai dan hari yang di tunggu untuk demonstrasi pun datang. Layaknya seorang guru, saya menjelaskan sambil mendemonstrasikan bagaimana melakukan instalasi IGOS Nusantara step by step. Sebelumnya saya sudah berlatih dirumah dengan menginstall lagi IGOS Nusantara. Langkah-langkah demi langkah saya jelaskan sampai tata cara pemartisian pun ikut di jelaskan. Satu hal lagi yang saya senangi dengan Linux adalah proses instalasi yang berjalan cepat, berbeda dengan windows yang lumayan lama menurut saya.

Instalasi selesai, 10 ribu perak di tangan dan nilai udah jaminan 8 dah di raport. Senangnya uang yang saya dapatkan dari hasil demonstrasi instalasi Linux.

Kegalauan itu pun berlanjut, pada saat itu saya sudah pegang lagi 1 distro yang nama Zenwalk. Zenwalk, dari nama aja udah keren gimana dalamnya ya gag. Tanpa fikir panjang saya  hapus IGOS Nusantara dan saya install Zenwalk.

Wow, alangkah terkejutnya saya ketika mau install Zenwalk. Tampilan yang saya hadapi adalah tampilan hitam putih semua. Cara instalnya pun saya tidak tau, bermodalkan nekat dan panduan kalau saya harus mengetikkan cfdisk pun saya lakukan. Alhasil muncul tampilan cfdisk, setelah saya amati tampilan tersebut adalah proses untuk melakukan settingan partisi harddisk mana saja yang akan digunakan sebagai tempat instalasi Linux atau dengan kata lain tampilan tersebut juga merupakan cara buat kita untuk menyiapkan atau membuat partisi baru untuk tempat instalasi Linux kita.

Tanpa banyak cingcong, modal sok tau dan sedikit nekat, saya putuskan untuk mengatur settingan partisinya. Untuk lebih jelasnya saya udah lupa gimana saya mengatur partisinya, tapi yang saya ingat adalah saya melakukan atau memilih tulisan write. Setelah itu masuklah mode instalasi, dengan percaya dirinya saya pilih sesuka hati saya, semau saya mau install paket apa saja yang saya sendiri tidak mengerti. Yang ada di benak saya adalah hanya tulisan Install, saya harus temukan dan saksikan sendiri kalau saya sedang melakukan instalasi Zenwalk. Step by step saya lalui sampai proses instalasi terlihat.

Instalasi berjalan dan saya mulai heran kenapa instalasinya berjalan cukup lama dibandingkan dengan distro-distro Linux sebelumnya? ternyata eh ternyata media CD instalasi Zenwalk saya rusak dan saya putuskan menghentikan instalasi ditengah jalan kemudian mencabut CD Zenwalk tersebut.

Apa yang saya temui setelah itu? saya restart komputer dan yang saya temuin cuma tampilan hitam alias blank screen. Apa yang terjadi dengan komputer saya? saya langsung berasumsi kalau komputer saya tidak mempunya sistem operasi lagi. Wah wah dengan sigap saya mengambil CD Installer windows bajakan saya dan langsung menancapkannya. Alhasil yang saya temuin apa? Partisi harddisk yang dulunya terbagi menjadi beberapa bagian kini sudah menjadi satu alias sudah keformat semua menjadi satu. Saya langsung shock liatnya, mana file-file penting buat pelajaran saya juga ikut ke hapus.

Untung saya ingat kalau ada sotfware recovery data harddisk yang terformat, dengan perasaan sedikit lega saya coba install ulang komputer saya dengan windows bajakan kesayangan saya.

Traumatik mulai muncul, udah gag berani lagi install linux mode text. Kalau mau install linux liat-liat dulu instalasinya gimana, kalau GUI saya ambil kalau mode text kepinggirin dulu lah.

Karena trauma install di komputer sendiri kalau pakai mode text, saya memutuskan untuk berlatih install dengan mode text di komputer lab.wkwkwkwk lumayan dah kalau gagal gag kenapa-kenapa.

Tiap hari makin banyak distro bermunculan, dan saya semakin rajin membeli majalah Linux sembari melakukan uji kelayakan terhadap Linux tersebut.wkwkwkwkwkkwk

berikut daftar Linux yang pernah saya coba :
  • Xandros 3.0 Desktop
  • IGOS Nusantara 2006
  • Zenwalk 4.4
  • Ubuntu 5.04 (Hoary Hedgehog) sampai sekarang 11.10 (Oneiric Ocelot) baik desktop maupun server
  • Kubuntu 7.04 (Feisty Fawn) sampai sekarang 11.10 (Oneiric Ocelot) desktop
  • Edubuntu
  • CentOS 5
  • Kuliax
  • Slackware 12.0
  • Kate OS 3.6
  • Alixe 0.11
  • Vixta
  • Linux Mint 3.0
  • Redhat
  • Fedora
  • CCUX Linux
  • Singkong Linux
  • Mandriva 2008
  • OpenSUSE 10.2 sampai sekarang 12.1 (sekarang lagi pakai openSUSE 12.1)
  • Blankon 2.0
  • PC LINUX
  • FreeSpire 2.0 (salah satu kesukaan saya)
  • Zencafe
  • Debian mulai dari woody sampai sekarang Squeeze
  • FreeBSD juga sempat coba tapi kapok
  • dan sisanya saya lupa
Kalau ditanya kesan saya selama ini dalam menggunakan Linux gimana? Jawabannya pasti tidak akan cukup kalau ditulis disini, yang pasti Linux mengubah pandangan saya terhadap sistem operasi dan membuka gerbang yang begitu luas untuk selalu belajar dan belajar.

Linux itu mendarah daging, menjadi darah dan menjadi daging buat saya. Gimana gag coba, saya bisa dapat uang cuma gara-gara kenal sama Linux doang.(ajigile dah)

Oh iya, semenjak saya pakai Linux saya tidak perlu khawatir dan ambil pusing masalah virus. Suatu ketika say a pinjam flashdisk teman, dia sambil wanti-wanti saya "hati-hati bro, flashdisk gw banyak virusnya" langsung saya jawab "gw pake Linux" langsung diam lah kalau dengar Linux.wkwkwkwkwk

Sampai sekarang ini pun dan ketika saya menulis dongeng ini pun saya sedang menggunakan Linux (read:OpenSUSE).

Linux itu multi fungsi, apalagi kalau kenal sama distro Linux khusus server (ajigile dah) darah dan daging bertambah.wkwkwkwkwk

Tapi yang saya sesalkan adalah tentang fenomena pendidikan di Indonesia yang masih menggunakan software hasil Pak Tani (read:bajakan). Saya juga tidak bisa menutup mata tentang hal tersebut, toh di kuliah pun kita dituntut menguasi aplikasi yang dimana aplikasi teresebut tidak bisa saya beli dengan uang receh saya. Alhasil saya menggunakan Project Pak Tani.

Linux itu keren coy, sampai sekarang saya tidak bisa lepas dari yang namanya Linux. Gag peduli lah kalau di komputer kampus pakai windows, kalau di komputer saya tetap Linux yang berjaya.

Saya selalu mencari alternatif lain mengenai software-software windows, contohnya saja di kampus pakai matlab di komputer saya pakai scilab, kampus pakai photoshop saya pakai gimp, dan masih banyak lagi alternatif software lainnya.

Terlepas dari maksimal atau tidaknya software tersebut tergantung kita yang menggunakannya coy. Bukan seberapa canggih software yang kita gunakan tapi seberapa hebat kita bisa memaksimalkan fungsi software tersebut. titik

Sekian dulu kali yak dongen dari saya, masih banyak yang mau saya ceritakan mengenai Linux tapi apa daya saya takut kalian tepok jidat kalau terus-terusan baca dongeng saya ini.wkwkwkwkwkwk

Dongeng saya ini sekedar penjabaran dari tulisan yang pernah saya tulis juga sebelumnya disini.

I am Linux geek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar